Jumat, 02 November 2018

Hujan karya Tere Liye



     Hasil gambar untuk novel hujan review 
Judul : Hujan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan kedua - Januari 2016

Tentang persahabatan
Tentang cinta
Tentang perpisahan
Tentang melupakan
Tentang hujan


“Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Masuk akal, bukan?" - Maryam, halaman 200

Lail selalu suka Hujan. Selalu. Sejak ia kecil. Namun, suatu kejadian pada 21 Mei 2042 membuatnya memiliki kenangan mengerikan tentang hujan. Usia Lail baru 13 tahun, kala bencana alam itu terjadi, letusan gunung purba yang mengakibatkan perubahan yang sangat ekstrim bagi bumi, juga merupakan hari yang tak bisa dilupakan bagi mereka yang selamat dari bencana itu. Juga bagi Lail, yang harus menerima kenyataan bahwa ia kehilangan kedua orangtuanya hari itu juga, tepat ketika hujan.

Lail selamat, berkat bantuan seseorang. Anak laki-laki berusia 15 tahun yang menarik tas punggungnya di tangga darurat, menyelamatkan dirinya yang sedang berusaha menolong sang ibu yang telah jatuh empat puluh menter di bawah sana beserta guguran-guguran tanah. Anak laki-laki yang kemudian diketahui Lail bernama Esok, tepatnya Soke Bahtera, yang kemudian menemani Lail melewati masa-masa sulit, yang kelak, menjadi laki-laki yang amat Lail sayangi. Namun, kebersamaan mereka itu tak berlangsung lama. 


Satu tahun sejak bencana alam itu, keadaan kota menjadi lebih baik. Panti sosial didirikan untuk mereka yang tak punya tempat tujuan. Lail yang tak tahu harus ke mana, tidak punya pilihan lain selain ikut ke sana, namun tidak bagi Esok. Esok adalah anak yang cerdas, maka ada keluarga yang bersedia mengangkatnya menjadi anak asuh dan menyekolahkannya setinggi mungkin, juga merawat ibunya yang kehilangan kedua kakinya pada bencana mengerikan itu. Maka, sejak saat itu, Lail dan Esok sudah tak lagi ada di jalan yang sama, keduanya telah berada di jalan yang berbeda. 

Beberapa tahun setelahnya...


“Apa yang hendak kamu lupakan, Lail?” – Elijah, Paramedis senior.

“Aku ingin melupakan hujan.” – Lail, Pemegang Lisensi Kelas A Sistem Kesehatan, usia 21 tahun.



“Karena kenangan seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.” - Hujan, halaman 201

Jujur, ini pertama kalinya saya baca novel karya Tere Liye. Sebelumnya saya hanya membaca kumpulan sajak beliau dalam Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta, dan saya suka. Dan Hujan telah membuat saya memberikan kesan pertama yang baik untuk sebuah novel karya Tere Liye.

Selain berlatarkan bumi di masa depan dengan tekonologi yang lebih mutakhir dari sekarang, Hujan juga menghadirkan keadaan bumi di masa mendatang menjelang akhir dunia, mengingatkan saya dengan Dunia Anna karya Jostein Gaarder. Saya selalu takut bertemu buku-buku bertema semacam ini.


Hujan menghadirkan tokoh yang memang tidak terlalu unik. Esok, Lail, dan Maryam, memiliki karakter yang pas, tanpa terlalu dilebih-lebihkan. Esok dengan kecerdasannya, Lail dengan perasaannya, dan Maryam yang membuat saya menginginkan sosok sahabat seperti dirinya, yang ada saat saya butuh disadarkan ketika akan melakukan hal-hal bodoh. Namun sayangnya, Esok tidak meninggalkan kesan yang mendalam buatku, meskipun emosinya sangat terasa ketika mendekati ending.


Selama membaca buku ini, dengan sabar saya 'mendengarkan' cerita Lail, berdebar-debar ketika menebak apa yang terjadi setelahnya, apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa Lail ingin melupakan Hujan? Tapi, akhirnya bisa sedikit bernafas lega saat tiba di lembaran terakhir. Saya meneteskan air mata di bagian-bagian tertentu, terlebih saat mendekati ending. Membayangkan berada di posisi Lail, merasa kehilangan, diabaikan, tidak tahu harus berbuat apa. Dan akhirnya Lail memutuskan pilihannya sendiri untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan selama ini. 


Dari Hujan, saya dapat belajar, bahwa melakukan tindakan terburu-buru tanpa berpikir jernih bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah, kesalahpahaman mungkin saja terjadi di dalamnya, dan itu bisa saja memperburuk keadaan. Hidup itu seperti tetesan hujan, yang selalu membawa kenangan, tak luput dari ingatan.

Tentang Kamu Yang Tak Tahu Arti Menunggu karya Tarina Arkad


Hasil gambar untuk review novel tentang kamu yang tak tahu arti menunggu 
        Judul: Tentang Kamu yang Tak Tahu Arti Menunggu
                                Penulis: Tarina Arkad
                                Penerbit: Elex Media

Tentang Kamu yang Tak Tahu Arti Menunggu adalah novel pertama dengan genre 
teenlit yang saya baca setelah bertahun-tahun. Dan hasilnya? Tidak mengecewakan. Boleh dikatakan saya puas dan isi novel ini sesuai ekspektasi saya.

Gandis tahu mereka sudah berjanji. Namun Diyan mengungkari. Gandis percaya bahwa berharap lebih artinya siap dikecewakan, hanya saja ia luoa bahwa orang terdekatlah yang justru punya kesempatan melukai lebih besar.

Lalu Diwang muncul, menawarkan harapan yang tak ingin Gandis yakini. Tidak seharusnya perasaan itu ada di tengah ikatan persahabatan. Tapu Diwang percaya justru Gandis satu-satunya orang yang bisa membuatnya jatuh cinta setengah mati.
Gandis menyadari kerumitan ini. Hingga ia tak menyangka kehadiran sosok yang bisa menyederhanakan semua. Sosok tak disangka yang mengubah tangisan luka menjadi semburat senyum bahagia.

Ini tentang janji yang diingkari. Tentang harapan yang dikecewakan. Tentang sosok yang tak disangka akan datang mengobati luka.

Alur yang digunakan mayoritas dalam buku ini adalah alur maju, dengan sedikit flashback. Menggunakan PoV 3, dengan PoV yang konsisten di tiap scene. Sehingga sudut pandang tokoh yang lain bisa misterius sampai waktunya tiba. Baru membaca, saya sudah disuguhi dengan heart breaking scene. Not exactly heart breaking—tapi juga bukan adegan yang akan membuat kamu tertawa.

Gaya bahasa ditulis dengan apik yang disesuaikan dengan karakter masing-masing tokoh—bisa dibilang unik, karena penulis memadukan antara bahasa indonesia baku dengan bahasa gaul dan slank kekinian. Bahasa yang digunakan penulis memang mendukung karakter masing-masing tokoh, hanya saja bagi saya yang tidak terbiasa dengan keberadaan bahasa non baku pada narasi, hal ini sedikit mengganggu. Untung saja hal itu ditutupi oleh ceritanya yang mengalir dengan cukup bagus dan rapi. Juga konflik internalnya yang dieksplor dengan sangat baik, sehingga pembaca benar-benar bisa masuk dalam cerita. Dan, saya paling suka bagian konflik, yang ternyata nggak sesimpel yang saya bayangkan.

Meskipun saya juga menyukai hampir semua bagian. Penarasian yang apik, penokohan yang pas, PoV yang konsisten, konflik yang diambil, twist di sana dan di sini yang membuat saya gemas, dan penyelesaian yang tidak pernah saya duga sebelumnya—eksekusinya sangat pintar. Begitu juga dengan tokoh-tokohnya. Tarina memberikan ruang bagi tiap-tiap tokoh untuk bersinar, karakter masing-masing tokoh dibuat se-real mungkin tanpa dramatisasi berlebih. Bagaimana penulis membuat para remaja ini menyelesikan masalahnya—yang menunjukkan kedewasaan mereka—patut diacungi jempol. Intinya adalah, buku ini lebih kompleks dari blurbnya, yang menurut sebagian orang menyesakkan dada.

Dan untuk para pecinta quotes, pasti terpuaskan dengan kehadiran quotes puitis di tiap awalan bab yang disertai dengan ilustrasi keren.

Selain dari diksi non baku pada penarasian yang mengganggu saya, pendeskrisian setting tempat menurut saya juga kurang kuat. Setting tempat yang digunakan adalah sekolah, pusat perbelanjaan, rumah, dan gedung olah raga. Entah saya yang terlalu fokus pada pembawaan konflik batin yang memang sangat menyentuh, atau memang ada kekurangan dalam pendeskripsian sehingga dari awal saya gagal paham jika, Gandis dan ketiga teman cowoknya (Diyan, Diwang, dan Langga) a) tinggal di kompleks perumahan yang sama, dan b) tidak satu sekolah. Saya harus membaca ulang beberapa bagian untuk akhirnya memahami dua hal tersebut. Tapi di samping itu, untuk sebuah novel teenlit dengan konflik yang tidak melulu berpusat pada percintaan remaja, ditulis menggunakan bahasa yang unik tapi ada kesan elegan, serta penokohan yang menggambarkan sisi kedewasaan dari remaja-remaja berusia 17 tahun, serta eksekusi yang jauh dari pemikiran remaja yang kebanyakan impulsif, novel ini sangat layal untuk dibaca.

Banyak pelajaran yg bisa diambil dari sini, tersirat maupun tersurat. Novel ini tidak melulu membahas tentang kisah cinta remaja yang dunianya hanya berputar pada hati yang sedang jatuh cinta, disakiti, dan sebagainya. Ada banyak hal yang bisa ditemukan. Baik tentang makna janji, cinta, persahabatan, keluarga, dan cita-cita.

R (Raja, Ratu, & Rahasia) karya Wulanfadi


                                 Hasil gambar untuk review novel r raja ratu dan rahasia 

                                                      Judul: R (Raja, Ratu, & Rahasia)
                                                                 Penulis: Wulanfadi
                                                               Penerbit: Best Media
                                                                 Tahun Terbit: 2016


Raja terkenal sebagai sosok yang humoris, tegas, dan bergengsi tinggi. Itu semua karena dia adalah anak tunggal dari pasangan pemilik SMA elit di Jakarta, SMA Adhi Wijaya.
Meskipun begitu, Raja tetap seperti cowok remaja kebanyakan yang maniak film horor, hobi bermain basket, dan naksir cewek.
Namun, di balik sifat humorisnya, Raja memiliki trauma masa lalu yang membuatnya sulit untuk mendekati Ratu, perempuan yang dia sukai, meski dia tak mengakuinya.
Selain itu, masih ada kebimbangan Raja terhadap kesempatannya berkuliah di Paris. Akankah dia mengambil peluang emas itu demi mewujudkan mimpinya? Mampukah Raja menaklukkan hati Ratu?
R : Raja, Ratu, & Rahasia adalah novel karya Wulanfadi yang menceritakan tentang kisah cinta antara dua anak SMA, yaitu Raja dan Ratu. Perkenalan mereka tidak bisa dibilang menyenangkan. Raja kenal dengan Ratu karena orang tua Ratu meninggal dan ia harus dititipkan di rumah Raja sementara kakaknya, Reon pergi bekerja. Seiring berjalannya waktu, cinta mulai tumbuh diantara keduanya. Tapi, ada satu hal di masa lalu Raja, yang membuatnya sulit untuk mendekati Ratu. Bukan! hal itu bukanlah mantan kekasih Raja atau apapun itu karena Raja tidak punya mantan kekasih. Hal tersebut adalah sebuah kelompok di SMA mereka, SMA Adhi Wijaya yang bernama Komplotan Rahasia. Organisasi yang beranggotakan siswa-siswi SMA Adhi Wijaya, termasuk Ratu dan ketiga sahabat Raja, Resta, Edo, dan Ladit. Sesuatu yang terjadi pada kelompok tersebut di masa lalu, membuat Raja trauma.

“Dengan dia yang masuk anggota Komplotan Rahasia, dan Raja yang membenci Komplotan Rahasia, apa mereka bisa bersama” [Hal. 88]

Jujur, aku suka ide Wulanfadi tentang Komplotan Rahasia. Aku bisa membayangkan bagimana rasanya menjadi bagian dari mereka, bermain permainan Jika-Maka, dan hal-hal seru lainnya untuk melepas penat. Ketidaksukaan Raja terhadap Komplotan Rahasia, menurutku terlalu berlebihan. Satu kejadian di masa lalu merusak citra Komplotan Rahasia menjadi buruk. Tetapi, pelaku dari kejadian tersebut telah ditangkap dan dipenjara. Raja terlalu stuck di masa lalu sehingga membuat hubungannya dengan Ratu menjadi merenggang.
Kisah persahabatan Ratu dengan Agung, Leon, dan Leoni juga cukup menarik untuk dibahas. Persahabatan mereka itu complicated. Diantara mereka, ada kisah cinta yang rumit.

“Kalau nggak lagi suka gue, kenapa nggak diputusin aja Ratunya?” [Hal. 224]

Ini nih bagian yang paling nyesek menurutku. Hubungan mereka merenggang karena Raja menangkap basah Ratu yang menghadiri pertemuan kedua Komplotan Rahasia. Raja meminta Ratu untuk keluar dari Komplotan Rahasia. Tetapi, dia tidak bisa mengikuti permintaan Raja yang satu itu. Karena Komplotan Rahasia telah menjadi penghibur baginya atas kematian kedua orang tuanya. Dan Raja tidak mengerti akan hal itu.

“Dalam satu hubungan selalu ada dua pihak. Kita berdua yang salah. Ratu yang menyimpan Rahasia, dan Raja yang belum bisa menerima Ratu apa adanya.” [Hal. 260]

Hubungan mereka mulai membaik seiring dengan perubahan pandangan Raja terhadap Komplotan Rahasia. Di tengah kebahagiaan Ratu, musibah menimpanya dengan kematian seseorang yang disayanginya. Duh, siapa yang meninggal kira-kira?

“Detik kumenunggumu, Sayang. Sesederhana itu” [Hal. 311]

Bagaimana akhir kisah cerita ini? Apakah akan berakhir sedih atau malah akan berakhir bahagia? Wah, tapi aku nggak mau spoiler….. Tapi menurutku, endingnya itu bikin aku jadi bertanya-tanya “Kok endingnya gini sih?”. Aku kurang suka dengan endingnya. Itu menurutku sih. Kalau typo sih pasti ada dan itu hal yang wajar. Manusia kan juga pernah salah. Tapi, secara keseluruhan, novel ini bagus dan bisa jadi bacaan ringan. Yang suka kisah cinta ala anak SMA, boleh deh baca novel ini.